Pertama, sebelum lebih jauh lagi
membaca tulisan ini, ketahuilah bahwa aku bukan orang yang mempunyai ilmu agama
sangat dalam, belum mendapat panggilan gus atau syeikh , dan perlu diketahui
juga bahwa aku bukan orang yang dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki kekentalan
islami, orangtua ku tidak pernah menasihati dengan menggunakan bahasa arab, mohon
maaf, keluargaku bahasa Inggris saja tidak terlalu fasih terlebih lagi bahasa
arab, tapi keluargaku hanya pernah menasihati dengan potongan kata hasil dari
aplikasi dan penerjemahan ayat – ayat yang ada di dalam kitab suci agamaku.
Berbeda
dengan kamu, kamu yang saat ini sudah mempunyai beberapa simbol yang
mencerminkan ketaatan dalam beragama, sudah ada bintik hitam di kening, dan
sudah memakai sorban putih seperti orang yang membuat buku dari hasil
pemikirannya yang telah aku pelajari. Tapi kali ini, izinkan lah aku menuangkan
pandanganku mengenai keadaan di
lingkunganku, yang mungkin nantinya bisa diproyeksikan menjadi gambaran umum
keadaan negeriku ini.
Aku
awali tulisan ini dari fenomena “ Akhwat
Sepotong “ yang saat ini sedang dibicarakan oleh beberapa golongan. “ Akhwat Sepotong “ yang aku maksud disini adalah perempuan yang belum memakai hijab
dengan ketentuan islam yang harus menutupi dada, hanya sebatas kerudung yang
menutupi rambut dan kepala. Pro dan Kontra pasti selalu ada dari semua hal yang
digagas oleh seorang manusia, makhluk yang mempunyai banyak kekurangan. Manusia
ya manusia, bukan dewa. Apapun yang dibuat pasti ada salahnya. Orang yang
berprestasi kamu caci, kamu kritik habis seakan kamu adalah orang yang paling
benar. Aku tau kamu adalah orang yang terdepan menyuarakan fenomena itu adalah
fenomena yang sesat, mencoba menarik akhwat untuk sedikit demi sedikit melepas
kebiasaan dan kepercayaannya memakai hijab dan menggantinya dengan memakai
kerudung dengan berbagai macam mode yang fungsinya sama, yaitu penutup kepala
dan rambut.
Jujur, aku setuju dengan fenomena ” akhwat sepotong “ ini, dan sampai paragraph ini aku tau bahwa kamu mulai menuduh aku
adalah orang dengan pemikiran yang menyeleweng. Aku setuju dan mendukung
orang – orang yang menggagas kerudung dengan berbagai mode. Ketahuilah kamu,
tidak mudah untuk mengubah begitu saja kebiasaan yang biasa kita lakukan setiap
hari. Terutama di Lingkunganku ini. Dimana tidak semua keluarga mendidik
keturunannya dengan dasar islam, mengajarkan anaknya untuk memakai penutup
aurat sejak dari kecil. Di lingkunganku juga sudah menjadi terbiasa untuk jauh
dari aturan – aturan agama, karena tidak hanya satu kepercayaan yang hidup di
lingkunganku. Mungkin jika aku boleh ‘ soktau ‘ , kamu hidup di lingkungan yang
berbeda, lingkungan dengan hanya satu kepercayaan saja, kepercayaan yang kamu
anggap benar. Sehingga susah untuk menerima kepercayaan orang lain yang orang
lain juga anggap benar.
Tidak
mudah mengajak orang yang tidak biasa dan tidak tau dekat dengan agamanya untuk
tiba – tiba memakai hijab yang menutupi setengah dari tubuhnya. Simpelnya, kamu
tidak akan berhasil mengajak orang yang terbiasa memakan snack yang praktis dan
tidak sehat untuk berubah kebiasaannya untuk memakan snack yang memakai kemasan
dan sehat, karena membutuhkan waktu
sendiri untuk membuka kemasannya. Orang itu hanya mau jika tidak ada lagi
pilihan yang diambil walaupun untuk kebutuhannya sendiri. Jika masih banyak
pilihan, orang itu akan langsung menolak kamu.
“
Akhwat sepotong “ ini bisa menjadi
solusi untuk siapapun yang belum tertarik untuk menutup auratnya sendiri.
Karena sebuah perubahan adalah sesuatu yang harus di apresiasi, bukan malah
digunjing. Ketahuilah kamu, Perubahan yang bertahan lama adalah perubahan yang
memakan proses cukup lama, dan perubahan bisa berbalik arah seiring dengan
datangnya gunjingan yang kamu suarakan dengan bangga dan lantang.
Berikutnya,
tadi aku bilang bahwa di lingkunganku tidak hanya hidup satu kepercayaan atau
agama saja. Ada 6 Agama yang diakui secara hukum di tempatku hidup. Ada satu
menteri Agama dalam satu kabinet pemerintahan selama 5 tahun. Menurutku menteri
agama adalah menteri semua agama, jadi bukan hanya satu agama saja yang dibela
hak dan kewajibannya. Inilah hal yang sedikit memicu fenomena “ Toleransi “ yang sudah lama terjadi di
lingkunganku. Di lingkunganku banyak orang yang mengaku beragama tapi malah
saling mencari kesalahan agama orang lain, yang paling parah adalah membuat
kesalahan itu sebagai bahan candaan. Di Agama ku diajari untuk menjalankan
masing – masing perintah agama yang aku yakini.
Aku
tau kamu bukan orang yang sepenuhnya setuju dengan kata toleransi, bahkan untuk
orang di agamamu sendiri, kasus “ Akhwat
sepotong “ tadi, kamu tidak bisa memberikan toleransi untuk orang yang
belum menjalankan perintah agama dengan baik dan benar. Langsung merendahkan
dan mengkafirkan. Lingkunganku ini dibangun oleh nenek moyang untuk menjadi
lingkungan yang heterogen, multietnis, dengan berbagai kebudayaan. Hampa
rasanya jika di dalam ruang yang memiliki berbagai warna ini kamu hanya
membatasi ruang gerakmu dengan satu warna, dan malah ingin menghapus paksa
berbagai warna tersebut menjadi satu warna.
Dan
di paragraph ini kamu semakin yakin bahwa aku adalah orang yang mempunyai
pemikiran benar - benar menyeleweng.
Ketahuilah
kamu, Nabi Muhammad SAW pun memakai metode yang lembut untuk memberi tahu bahwa
agama islam adalah agama yang mempunyai banyak kebaikan dan kebenaran di
dalamnya, lalu mengapa tidak kamu tiru? Balas kejahatan dengan kebaikan, lalu
kejahatan itu akan menjadi baik, itu hal yang di ajarkan oleh keluargaku.
Keluarga yang tidak pernah sama sekali memberi nasihat menggunakan bahasa arab
.
Dalam
persoalan ini pun aku berbeda pendapat dengan kamu, aku setuju dengan toleransi, toleransi umat beragama. Lalu aku kafir? tidak salah untuk membuat hubungan yang baik
dengan orang lain, bertoleransi dengan umat dari agama lain. Apakah kamu tidak
mempelajari saudara – saudara kita yang ada di luar lingkungan ini, ruang gerak
saudara kita dibatasi karena symbol, dan saudara kita masih bisa tinggal karena
toleransi. Keadaan di luar adalah keberlawanan dari apa yang terjadi di
lingkungan ini.
Terakhir,
Aku menulis bagian ini khusus untuk kamu, aku tau kamu adalah orang yang paling
khawatir dengan berubahnya lingkungan ini menjadi lingkungan dengan satu agama,
Karena sekarang ada sebagian orang
sedang membela mati – matian untuk menjadikan hal tersebut menjadi nyata. Kekhawatiran
itu timbul karena fenomena “ Pribumi dan
Non-Pribumi “ . Fenomena ini bukanlah hal yang harus kamu takuti dan
menganggap bahwa aku adalah Pribumi dan kamu adalah Non-Pribumi. Apalagi sampai
menuduhku sebagai teroris. Tidak, ketahuilah kamu, nenek moyang pengusung
negeri ini pun rela menghapus kata yang bisa memecah belah negeri ini. Dan kita
semua adalah pribumi yang lahir dan tinggal di lingkungan ini.
Aku
bukan ingin membuat lingkungan rumahku menjadi lingkungan agama, dan kamu akan
dibedakan haknya karena tidak satu agama. Bukan, bukan seperti itu, aku hanya
ingin mengubah lebih baik lagi lingkunganku ini dengan mengamalkan nilai –
nilai yang ada di agamaku yang mengandung banyak kebenaran dan kebaikan untuk
seluruh manusia yang hidup di bumi ini. Dan ketahuilah kamu, di dalam agamaku
semua tindakan manusia dari mulai bangun dari tidur sampai kembali tidur sudah
diatur dengan baik. Lingkungan dengan nilai – nilai kebaikan, dan tempat untuk
hidup bagi semua umat yang beragama. Bukan Lingkungan untuk tempat hidup satu
agama.
Dan
di paragraph terakhir ini, aku yakin kamu mulai menarik kembali pendapatmu
bahwa aku adalah orang yang berfikir menyeleweng. Aku hanya mengutarakan
pandangan dalam sebuah tulisan, belum sepenuhnya benar, jika kamu atau aku
masih merasa benar, maka saat ini kamu atau aku sudah setara dengan Tuhan.
Karena sejatinya yang berhak membenarkan sesuatu perkara hanyalah Tuhan, Tuhan
penguasa dan pencipta semesta alam.
Komentar
Posting Komentar