Langsung ke konten utama

Desa, Harapan Indonesia di Masa Depan


                Desa adalah subunit terkecil dari pemerintahan Negara,desa dibatasi oleh wilayah yang sudah ditentukan dengan desa lain, mempunyai kearifan lokal dan komoditi lokal di dalam wilayahnya. Desa, hal yang pertama ada di benak kita ketika mendengar desa adalah kumuh, terbelakang, bodoh, dan  menyusullah hal yang kedua, indah, asri, dan sejuk. Desa dalam pandangan suatu perusahaan besar adalah ladang uang, tempat yang bisa mendapatkan tenaga kerja dengan upah murah, dan waktu kerja yang banyak, Eksploitasi tenaga dan waktu secara besar – besaran. Sedangkan, desa dalam pandangan mahasiswa adalah ladang percobaan, bercoba hasil penelitian mereka yang kadang memberi harapan kosong untuk masyarakat desanya sendiri, berjanji akan memberikan suatu jalan keluar, namun ketika waktu untuk turun ke desa sudah habis dan masalahnya belum selesai, mahasiswa pergi begitu saja. Iya itu kita, mahasiswa.

                Komoditi yang khas dan melimpah harusnya bisa dimaksimalkan dan menjadi keunggulan khusus suatu desa. Bukannya mereka tidak mau, tapi mereka tidak bisa dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dengan hasil alam mereka sendiri, dan hasilnya hanya hasil mentah yang mereka jual atau bahkan hanya untuk dijadikan konsumsi sendiri. Kearifan lokal dan kelembagaan yang ada di desa tersebut juga kadanga hilang, hanyut oleh masuknya budaya – budaya dari luar, jaringan komunikasi yang sudah menyebar mulai masuk dan menarik masyarakat desa agar keluar dari kebiasaannya, dan meninggalkan keunikan daerahnya. Kekerabatan antar wara desa juga nampaknya sudah mulai berkurang, kesibukkan untuk hijrah ke kota mencari nafkah mengurangi waktu mereka untuk mengembangkan daerah mereka sendiri, dan mengurangi waktu mereka untuk menjalin kekerabatan dengan sanak saudaranya sendiri.

Selanjutnya timbullah pertanyaan, apa ketika semua itu terjadi, pergeseran budaya dari desa ke kota lalu desa bisa berubah menjadi kota? Atau malah sebaliknya, kota yang berubah menjadi desa? Jawabannya jelas tidak, karena kota dan desa adalah kata yang terpisah, bukan hierarki. Sebagus apapun insfrastruktur desa, semaju apapun orang – orang yang tinggal di desa, namanya tetaplah desa, tidak berubah menjadi kota. Lalu buat apa kita, mahasiswa sibuk menggunakan waktu kita untuk turun ke desa? berniat memajukan desa tersebut jika namanya hanya tetap desa, yang sering orang anggap kumuh. Disinilah salahnya, mahasiswa sering salah kaprah dengan pengembangan masyrakat, dalam benak banyak mahasiswa, mereka ingin memajukan desa tersebut dan merubahnya menjadi suatu daerah kecil yang maju dan cerdas, dan disebut kota. Padahal, untuk meyejahterakan masyarakatnya itu sudah jauh lebih cukup dan tetap melestarikan budaya dan kearifan dari desa tersebut.

Hubungan antara desa dan kota juga sangat erat, kedua kata yang saling dukung. Kita yang sering salah terlalu membanggakan kemajuan kota yang padahal ada andil besar masyarakat desa terhadap kemajuan kota dan Negara kita, sektor pertanian yang menjadi kehidupan utama masyarakat desa adalah harapan kehidupan untuk masyarakat kota, ketergantungan bahan pangan seperti itu semakin merekatakan hubungan antara desa dan kota. Harusnya masyarakat desa bangga karena mereka adalah salah satu roda penggerak perekonomian kota, bahkan Negara sekalipun.

Ilmu yang sangat minim tentang cara mengolah hasil panen sering menjadi masalah utama , penjualan produk pertanian dengan harga murah sangat menjadi sorotan dan menjadi alasan kenapa pedesaan sangat erat dengan kemiskinan, dan kemiskinan sangat erat dengan pertanian. Jika semua itu bisa dihilangkan, diputus, dan diperbaiki maka pertanian di pedesaan bukan lagi menjadi suatu yang murah dan identik dengan kemiskinan. Teknologi berkembang begitu pesat, begitu pula teknologi yang menyangkut pengolahan pasca panen, industrialisasi di pedesaan harusnya sudah terjadi mengingat banyak yang bisa dimanfaatkan dan dikembangkan dari hasil panen yang begitu melimpah. Sayang jika hanya dijual mentah tanpa diolah dan ditambah nilai jualnya. Apalagi jika sudah masuk dalam skala industri, pengolahan hasil panen akan jauh lebih menguntungkan ketika sudah masuk dalam skala industri dengan nilai jual yang jauh lebih berbeda dari bahan mentahnya.

Pertumbuhan industri di perkotaan harus diseimbangi dengan pertumbuhan industri di pedesaan, tapi yang nyatanya terjadi adalah ketimpangan. Kota yang sangat maju dalam segi industri tidak diikuti dengan desa yang masih dalam skala kecil/rumah. Dampak dari semua itu adalah banyak orang – orang di desa yang berhijrah ke kota hanya untuk mengadu nasib tanpa punya kemampuan. Jika di desa industri pertanian dikembangkan maka tidak akan ada lagi orang yang berhijrah hanya untuk mengadu nasib, karena dirumahnya sendiri pun mereka sudah bisa memperbaiki nasib mereka, dan dampak di kota pun sangat baik karena tidak lagi menjadi wilayah yang sangat padat dengan hunian. Iya dan itu adalah Salah satu penyebab Kemunduran kota – kota besar, ketidak menyeluruh nya pembangunan di Negara kita ini, Indonesia. Pedesaan yang ditinggal untuk sementara dan lebih fokus untuk memajukan kota adalah penyebab banyaknya warga desa yang berhijrah dan membuat kota menjadi hunian yang tidak sehat lagi untuk ditinggali. Kemiskinan, kriminalitas, semakin menjadi – jadi di kota karena efek dari ketimpangan kemajuan antara desa dan kota. Alhasil, nama baik Negara pun semakin tercoreng karena kondisi daerah kita yang paling maju, kota, seperti itu adanya.

Pembohongan terhadap masyarakat desa oleh perusahaan asing pun semakin marak terjadi, diimingi dengan biaya alih lahan yang cukup tinggi, Dibohong – bohongi dengan pembuatan lahan kerja di daerahnya, mereka rela menjual lahannya untuk di eksploitasi secara besar – besaran. Hasil yang diterima hanya alam yang sudah tidak asri lagi karena sudah di gunakan dengan serakah oleh perusahaan asing. Kehidupan masyrakat desa tidak berubah, malah semakin buruk karena mereka tidak punya lahan untuk dikembangkan dan untuk memajukan kehidupan mereka sendiri, kadang kala yang terjadi adalah konflik masyarakat asli desa dengan perusahaan asing tersebut. Dan sekali lagi itu mencoreng nama baik Negara jika berita yang terdengar hanya mentah,

 “ Suatu Perusahaan asing diserang oleh masyarakat asli desa di Indonesia, karena perusahaan asing menolak masyarakat desa yang hanya terus meminta upah “. Semua itu tidak akan terjadi jika mereka sudah tidak terbebani lagi dengan keadaan ekonomi wilayah mereka, tanpa harus menjual nya pun mereka bisa memanfaatkannya dengan maksimal.

Harusnya kita semua sadar bahwa harapan nyata masa depan Indonesia, tanah air kita adalah pedesaan, ada berapa banyak pedesaan yang ada di Negara kita? Berapa banyak sumber daya alam yang belum diolah di dalam sana? Ada berapa banyak sumber daya manusia yang bisa dikembangkan dan dimajukan di dalam desa? Indonesia masih belum bisa dengan cepat maju dalam bidang teknologi, mengembangkan pedesaan adalah jawaban nyata untuk kemajuan Negara kita. Karena ketika desa maju, maka kota pun akan semakin maju, dan Negara akan maju mengikuti dengan sendirinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulas Film : Aladdin

                              Will Smith Steal The Show, Aladdin and Jasmine Steal The Heart Sinopsis : Film Aladdin adalah film Live-Action Disney yang kesekian kalinya, bercerita tentang pemuda yatim piatu miskin yang tinggal di sebuah kota bernama Agrabah dan hanya ditemani dengan seekor monyet cerdik bernama Abu. Suatu hari, Aladdin bertemu dengan Putri Kerajaan yaitu Putri Jasmine yang sengaja menyembunyikan identitasnya di kerumunan pasar. Putri Jasmine adalah anak dari Raja Kerajaan Agrabah, kerajaan yang juga memiliki penasihat kerajaan yang secara tersembunyi memiliki keinginan jahat untuk menguasai kerajaan dengan cara mencari Lampu Ajaib yang konon bisa mengabulkan segala permintaan. Pertualangan dimulai ketika Aladdin lah orang yang bisa menemukan lampu ajaib tersebut terlebih dahulu dari penasihat kerajaan Agrabah. Ulasan : Aladdin adalah film Live-Action Disney yang hadir ke layar bioskop setelah Dumbo dan Christopher Robin. Layaknya Film Live-Action Di

IPB OH IPB

          Yeay akhirnya setelah sekian lama, Blog gue bisa kebuka lagi *kayang sambil minum es           Akhirnya juga setelah beribu-ribu tahun, gue bisa celoteh panjang yang insya Allah gak ada yang liat. Bukan.. bukan karena gue gak mau kasih liat, tapi emang gak ada yang mau liat, gak ada yang visit blog gue. oke mulai.... Bulan puasa, bulan yang penuh rahmat, dimana semua orang berlomba-lomba berbuat kebaikan, dimana pahala di lipat gandakan, disitu pula orang terlihat mengenaskan. Banyak banget orang-orang yang kerjaannya cuma tidur-tiduran, entah di kamar, kostan, atau di tempat yang paling nyaman buat numpang tidur, balkon masjid. Gaya tidurnya pun macem-macem, ada yang selow tidurnya kaya putri salju, ada juga yang tidurnya beringas kaya beruang madu yang lagi operasi cesar.           Eh tapi Gue gak mau cerita tentang ramadhan, dosa. Gue mau cerita tentang............ IPB *jeleger . Kampus tercinta, kampus hijau, kampus yang gue impi-impiin

Ulas Film : Film Wewe Gombel Versi Latin Tidak Lebih Seru dari Wewe Gombel Versi Lokal

Film The Curse Of The Weeping Woman sudah menarik untuk dilihat ketika tiba – tiba ganti judul yang awalnya The Curse of La Llorona menjadi The Curse Of The Weeping Woman. Hal yang menarik lainnya adalah karena film ini diproduseri oleh James Wan yang kemarin sukses dengan Aquaman dan juga sebelum-sebelumnya cukup sukses dengan The Conjuring Universe . Film La Llorona termasuk ke dalam Universe-nya The Conjuring, tepatnya beberapa tahun setelah film Anabelle yang pertama. Premis film The Curse Of The Weeping Woman adalah tentang seorang Orang tua tunggal yang mempertahankan kedua anaknya yang ingin diambil oleh roh jahat La Llorona. La Llorona sendiri mempunyai history perempuan yang membunuh anak-anaknya karena sakit hati diselingkuhi oleh sang suami, kemudian membunuh dirinya sendiri dan menjadi roh jahat yang ingin mengambil setiap anak – anak yang tak lagi disayangi oleh orang tuanya. Roh Jahat ini disebut sebagai La Llorona... atau bisa juga disebut di Indonesia seba