Pelayan, adalah sebutan yang sering disalah artikan oleh
orang lain. Berifat buruk, rendah, dan tidak dihargai. Padahal kalo gue bilang,
pelayan itu pekerjaan yang susah. Kenapa? Karena berani menurunkan ego untuk
ego orang lain, dan berani menurunkan kesabaran agar tidak marah saat disuruh
itu sesuatu yang gak gampang. Pasti ada perasaan “ kesel “ saat kita diperintah oleh
orang lain, dan pasti ada juga perasaan “ kenapa gak lo aja sih? “ saat orang
lain mulai merintah dan meneriaki kita. See? Itu susah bro, gak gampang. Dan disini,
gue cuma mau kasih tau bahwa apa yang ada di gambaran orang lain selama ini
tentang Pelayan dan Melayani itu salah.
1.
Pelayan gak harus buruk
Menjadi Pelayan bukan berarti
pekerjaan yang sia – sia, dan bukan pekerjaan yang buruk juga. Pekerjaan yang mulia dimana semua orang gak bisa
ngelakuin itu. Mengabdikan diri pada sesuatu hal, itu juga termasuk pelayan.
Kita kenal di dalam agama tetangga, ada yang disebut dengan “ Pelayan Tuhan “.
Hal yang sering gue jadiin bahan lucuan waktu gue SMA, tapi ternyata sebutan
itu gak selucu apa yang gue pikir dulu, mengabdikan diri kita pada tuhan,
menjalankan perintahnya adalah sesuatu yang lebih bermakna ketimbang ngobrol di
kantin mengolok – olok perihal kata “ Pelayan Tuhan “ yang kita gaktau artinya
apa.
Pelayan untuk orang lain
juga bukan sesuatu yang buruk, bapak atau ibu yang kita lihat di pinggir jalan,
bersihin jalanan, bersihin kampus, itu termasuk pelayan, dan beliau - beliau
adalah Pelayan Super. Iya, dan gak ada alasan buat kita gak ucapin
terima kasih untuk mereka yang rela ngeluangin waktunya untuk keamanan, dan
kenyamanan kita. Pernah kan kita ngerasa “ risih “ saat jalan di kampus yang
kotor dan becek. Hal pertama yang kita lakuin bukan bersihin, tapi Ngedumel,
karena ngerasa bukan tugas kita yang bersihin kampus kita ini, tugas
kita ya mengotorinya lagi dengan alasan edukasi. Beliau – beliau lah nantinya
yang akan memberesi apa yang sudah kita lakukan. Terus Kita? kita Sama sekali
gak ucapin terima kasih atas apa yang mereka lakukan. Kita cuma berbangga
dengan gelar “ Kampus Hijau “ yang mungkin orang lain pikir kita adalah salah
satu orang yang menghijaukan Kampus.
Sebagian Warga Indonesia yang
bekerja di luar sana sebagai TKI juga termasuk Pelayan bro, dan mereka
juga patut kita hargai. Karena mereka adalah pejuang – pejuang Devisa Negara,
yang berani meninggalkan sanak keluarganya untuk bertarung dan memperjuangkan
Devisa Negara kita ini. Sangat gak setuju untuk bilang TKI adalah Budak di Era modern. justru Kita ini,
mahasiswa yang ngakunya intelek dan berstatus tinggi adalah Budak yang
sesungguhnya, ketika kita mempertaruhkan segalanya untuk nilai, bahkan temen
sendiri harus rela ngulang karena kita yang mementingkan nilai kita sendiri,
gak mau berbagi ilmu yang udah duluan kita paham. Dan Pejabat – pejabat kita di
atas sana juga adalah budak yang sesungguhnya, budak hawa nafsu mereka akan
harta dan tahta.
2.
“ To lead not to rule, Live to Give “
Cupilkan kata dari bapak Ridwan
Kamil, Walikota Bandung, kata yang sangat menggugah hati gue buat nulis ini. Babe
walikota bandung ini juga nunjukin ke kita bahwa menjadi pelayan gak selamanya
harus rendah. Bahkan, seorang pejabat teringgi di kota bandung pun hidup untuk melayani
warga bandung dan sekitarnya. Bukan lagi zamannya untuk menutup mata terhadap
kata Pelayan
dan kata Melayani. Pikirkan orang
lain di sekitar kita, maka hidup kita akan jauh lebih berharga ketimbang hidup
hanya untuk memikirkan diri sendiri.
Foto Bapak Ridwan Kamil yang gue
liat di twitter, beserta cuplikan katanya tadi membuat gue seketika bergumam
dalam hati. “ Lihat nanti pak, saya akan
jadi seperti bapak, Gubernur DKI Jakarta yang melayani Jakarta Sepenuh Hati,
bukan melayani dengan kamera dibelakang mengikuti “.
Iya, Melayani juga harus dengan sepenuh hati, bukan kaya yang dilakuin sama Gubernur daerah dimana tempat gue lahir dan tinggal, di Jakarta. Melayani dengan imbing – imbing dunia harus tau, terutama rakyatnya sendiri harus tau apa yang pemimpinnya lakuin. Pemimpin Islam jaman dahulu pun yang gue lupa siapa namanya, Beliau memberikan bantuan kepada warga nya yang saat itu sedang kesusahan, jalan kaki, sendiri, membawa bahan makanan dari tempat beliau tinggal ke rumah warganya yang kesusahan. Sekali lagi, tanpa ada siapapun yang tau saat itu selain beliau dan salah satu warganya yang sedang kesusahan tadi.
Iya, Melayani juga harus dengan sepenuh hati, bukan kaya yang dilakuin sama Gubernur daerah dimana tempat gue lahir dan tinggal, di Jakarta. Melayani dengan imbing – imbing dunia harus tau, terutama rakyatnya sendiri harus tau apa yang pemimpinnya lakuin. Pemimpin Islam jaman dahulu pun yang gue lupa siapa namanya, Beliau memberikan bantuan kepada warga nya yang saat itu sedang kesusahan, jalan kaki, sendiri, membawa bahan makanan dari tempat beliau tinggal ke rumah warganya yang kesusahan. Sekali lagi, tanpa ada siapapun yang tau saat itu selain beliau dan salah satu warganya yang sedang kesusahan tadi.
3.
Penghargaan tidak selamanya di atas
Tidak harus selalau ada di atas
untuk mendapatkan sebuah penghargaan dari orang lain, tidak harus selalu
menjadi orang kaya, dan berkuasa untuk mendapatkan penghargaan. Menjadi Pelayan
dan berani untuk melayani juga bisa mendapat penghargaan dari orang. Di Lampung,
tepatnya di Taman Nasional Way Kambas. Ada yang disebut sebagai Mahot ( Pawang
Gajah ), ini juga termasuk pelayan, pelayan gajah. Mahot setia sama gajahnya,
bahkan ketika gajahnya sakit Mahot akan selalu berada di samping gajah itu
sampai gajahnya sembuh. Dan Mahot Di lampung itu dihargai dengan dimasukan ke
dalam golongan PNS ( Pegawai Negeri Sipil ). Kasus Mahot tadi buktiin juga ke
kita, gak harus jadi orang yang tinggi untuk mendapatkan penghargaan, menjadi
orang yang biasa saja tapi berhati mulia untuk melayani pun bisa sangat
dihargai oleh orang lain.
Relawan Bencana juga termasuk dalam
Pelayan
dan
Melayani, bagaimana para relawan mampu melawan rasa takutnya sendiri
untuk meredam rasa takut orang lain pada saat bencana alam, itu juga lebih
mulia dibanding kita – kita ini yang malah takut jika orang lain punya nilai
lebih baik dari kita. Dan faktanya, di Amerika, negara yang kita bangga – banggakan
selama ini, syarat untuk menjadi seorang senat, salah satunya harus pernah
bekerja sebagai relawan. Mungkin maksudnya adalah, minimal harus pernah
merasakan sama sekali tidak dibayar untuk tenaga yang dikeluarkan begitu
banyak, yang nantinya pengalaman itu akan memberi efek saat dia ada di
pemerintahan, untuk tidak menerima bayaran atau suapan atas apa yang dia
perjuangkan. Dan syarat itu adalah salah satu bentuk pengahargaan untuk Pelayan
orang – orang yang sedang mengalami bencana.
Setelah 3 point di atas tadi
tentang Pelayan dan Melayani. Apakah ada alasan lagi untuk kita tidak
memulai untuk Melayani ? Untuk Memandang rendah sebutan Pelayan? Karena, Sebelum
kita bisa menyuruh dan dilayani oleh orang lain, kita harus tau bagaimana
rasanya disuruh dan melayani orang lain. Dan dunia ini, akan indah jika diisi
oleh orang – orang yang saling melayani dan menghargai satu sama lain, bukan
saling menyuruh dan menyikut orang lain untuk keperluannya sendiri.
Komentar
Posting Komentar