1:12 01 – 01 – 2016
Sebelum memulai tulisan ini, izinkan penulis untuk
menyatakan kegembiraannya dengan menuliskan “ Selamat Tahun Baru 2016, semoga
lebih baik dari sebelumnya “
Tulisan ini tidak akan mengomentari tentang kenapa harus
bermain petasan, dan kontribusi petasan terhadap polusi udara. Tidak juga
tentang hujan yang turun saat perayaan tahun baru, seperti Tuhan tidak
mengijinkan hambanya untuk terlalu bersenang – senang.
Atau juga tidak untuk mengomentari kenapa menggunakan topi
kerucut dan meniup terompet seperti meniru kebiasaan suatu kaum. Tidak, subjek
yang diberitahukan pun sebetulnya tidak mengetahui dan tidak memikirkan sampai
sejauh itu ketika meniupkan terompet dan memakai topi kerucut.
Tapi, ada satu hal yang penulis ingin sampaikan, karena
mengganjal di hari pertama di tahun 2016 ini.
Baru saja penulis selesai dengan film 3 (Alif Lam Mim), film yang hanya bertahan tidak sampai 14 hari di
bioskop Indonesia. Awalnya, saat penulis
tahu tentang film ini akan tayang di TV sempat berfikir kalau film ini akan
sama seperti film lainnya yang bergenre Religi, dilihat dari judulnya sudah
mempunyai aroma religi kuat.
Berbicara tentang film reigi, film Religi yang sampai saat
ini melekat adalah 99 Cahaya di Langit
Eropa dan harus melebihi dari itu jika ingin bersanding melekat di dalam
ingatan penulis. Pemikiran awal jika mendengar temtang film religi.
Film ini bercerita tentang keadaan masa depan Indonesia di
tahun 2036, futuristik, baru pertama melihat film indonesia yang bercerita
tentang keadaan masa depan. Dibumbui dengan aksi seni bela diri, plot cerita
yang penuh dengan kritik, menyinggung keadaan masa kini. Singkatnya, film ini
menarik untuk dilihat.
Tapi, kembali ke paragraf ke-5 dalam tulisan ini, dari
sekian kelebihan yang penulis sebutkan secara singkat, kenapa film ini hanya
bertahan selama +/- 7 hari di bioskop Indonesia.
Apa karena film ini terlalu membuat penonton Indonesia
berfikir benar atau tidak keadaan futuristik Indonesia, dimana di dalam film
diceritakan bahwa Indonesia berada di dalam zona liberalistik, agama sudah
menjadi sesuatu yang kolot untuk
dibicarakan, Indonesia sudah tidak lagi menjadi mayoritas suatu kaum yang
sekarang ini mulai dianggap ekstreme dan
radikal.
Apa karena film ini terlalu membuat penonton Indonesia
membandingkan keadaan masa kini dengan penyebab apa yang terjadi di dalam film,
di ceritakan di dalam film ada kelompok yang mempunyai kepentingan politik
tertentu, dan Teroris adalah cara
untuk memasuki kekuasaan yang dimaksud. Sebutan Ekstreme dan radikal adalah
sebutan yang coba dibangun untuk menarik agama masuk kedalam ruang yang tidak
menarik lagi untuk dibahas. Dan ketika agama sudah tidak menarik untuk dibahas,
menjadi mudah untuk mempengaruhi dan memobilisasi untuk kepentingan kekuasaan,
karena sudah tidak ada lagi pegangan untuk kebenaran yang absolut.
Atau juga karena film ini terlalu membuat penonton Indonesia
menjadi ingin tahu dengan hal yang coba disampaikan secara tersirat, yang diselipkan
selama film berlangsung. Seperti nama pasukan elit penegak hukum di dalam film,
yaitu elit Detasemen 38 : 80-83. Dilihat
sekilas saja sudah menarik perhatian dengan penulisan 38 : 80-83 seperti penulisan urutan surat di dalam kitab suatu
agama. Karena film ini adalah film religi tentang Agama Islam, penulis coba
mencari arti dari angka 38 : 80-83. Surat
Shad adalah surat ke – 38 dalam Al-Quran. Dan angka 80-83 mempunyai arti ayat ke – 80 sampai ayat ke – 83. Ayat ke 80 –
83 berisikan tentang dialog antara Allah SWT dengan Iblis, dialog yang meminta
kepada Allah SWT agar mereka (Iblis) dihidupan sampai hari yang ditentukan
(yaitu hari kiamat) agar mereka bisa menyesatkan keturunan Adam ke dalam api
neraka, kecuali hamba Allah SWT yang mukhlis
atau mempunyai sifat ikhlas yang tinggi. Dan dilanjutkan di ayat 84 dan 85 dan
penulis coba mencari tafsir dari ayat tersebut, penuliskan menemukan tafsir
bahwa dalam 84 dan 85 Allah mengatakan bahwa kebenaran adalah milik Allah, Allah
mengatakan kebenaran, dan kebenaran datang dari Allah.
Selain Angka 38 : 80 –
83 ada juga hal lain yang coba dilihat dari film ini. Salah satunya, namun
masih dalam area opini, dalam film tersebut ada seorang pimpinan umum sebuah
media bernama Libernesia yang mirip
dengan seorang pentolan Jaringan
Islam Liberal di Indonesia. Sampai saat ini, Jaringan Islam Liberal di
Indonesia masih setia mempertahankan Indonesia dari serangan kelompok islam Ekstrim
dan radikal. Mencoba membangun paradigma tentang penganut islam yang jangan
seperti kelompok ISIS atau Indonesia
harus bertoleransi tinggi dan jangan nantinya seperti negara yang sekarang
sedang berperang saudara antara Sunni dan
syiah.
Dan beberapa lagi hal yang ingin disampaikan di dalam film
seperti ucapan Assalamualaikum, Kalimat
“ Memilih kebenaran atau sesuatu yang terlihat seperti benar “, dan lain – lain
yang tidak bisa penulis sebutkan.
Hal – hal tersebut adalah hal yang membuat penulis bertanya
kenapa film seperti ini bisa tidak bertahan lama di bioskop Indonesia.
Dan tulisan ini bukan untuk me-review film 3 (Alif Lam Mim) tapi untuk
membangkitkan kesadaran individu dengan ikut mengkritik kenapa hanya sebentar
tayang di Bioskop Indonesia, karena dengan adanya kritik, kesadaran individu
akan bangkit, dan ketika kesadaran individu bangkit akan muncul kesadaran massal.
Kesadaran massal bisa merubah sesuatu karena sifatnya besar dan kuat.
Dengan tulisan ini, harapannya bisa melihat lagi film 3 (Alif Lam Mim) di stasiun TV lain dan
menjadi tayangan untuk warga Indonesia untuk mempersiapkan keadaan masa depan seperti
apa yang Indonesia inginkan.
Bersatu bebas tak ada aturan atau Bersatu berpegang teguh
pada kebenaran?
Komentar
Posting Komentar